Jembrana (JPost) – Kejaksaan Negeri Jembrana melaksanakan penyerahan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif. Acara ini berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri Jembrana dan melibatkan kasus atas nama tersangka I Made Darmawan pada Jumat, 24 Januari 2025. Tersangka didakwa melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Peristiwa ini terjadi di Banjar Kaleran, Kelurahan/Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Percekcokan antara tersangka dan saksi, NI LUH GEDE SRINIASIH, bermula dari salah paham terkait garam yang berserak di lantai rumah. Saksi NI LUH GEDE SRINIASIH mengira garam tersebut digunakan untuk guna-guna. Tersangka kemudian menjelaskan bahwa garam tersebut ditaruh oleh mertuanya, I WAYAN BUDIASA, karena cucunya sedang sakit dan susah tidur. Menurut kepercayaan I WAYAN BUDIASA, menebar garam dapat digunakan untuk menolak bala.
Meskipun tersangka telah memberikan penjelasan, saksi NI LUH GEDE SRINIASIH tetap tidak terima dan memaki tersangka, yang menyebabkan tersangka marah dan memicu percekcokan antara keduanya. Insiden tersebut berujung pada tindakan tersangka yang memecahkan pot bunga di teras rumahnya, serta melempar serpihan pot bunga, serpihan genteng, dan sandal ke arah korban. Akibatnya, korban mengalami luka pada pipi kiri, luka lecet pada mata kiri, serta luka memar pada lengan atas kiri dan kanan.
Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) diserahkan oleh Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana, I Wayan Adi Pranata, S.H., M.H., bersama Jaksa Fasilitator Miranda Widyawati, S.H., dan Selma Nabillah, S.H. Penghentian penuntutan ini didasarkan pada Keadilan Restoratif dengan nomor surat B-143/N.1.16/Eku.2/01/2025 tertanggal 24 Januari 2025.
Dari siaran pers yang diterima Jembrana Post, penghentian penuntutan dilakukan karena beberapa alasan, antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tersangka dan korban telah sepakat untuk berdamai tanpa syarat, tokoh masyarakat dan keluarga korban merespons positif perdamaian ini, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, korban tidak ingin perkara ini dilanjutkan ke persidangan.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jembrana, Gedion Ardana Reswari, S.H., menyatakan bahwa penghentian penuntutan ini telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Penyerahan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) ini merupakan langkah konkret dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif. Kami berkomitmen untuk tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memfasilitasi perdamaian yang berkelanjutan antara pihak-pihak yang terlibat. Dengan adanya kesepakatan damai antara tersangka dan korban, serta dukungan dari masyarakat, kami berharap ini dapat menjadi contoh positif bagi penyelesaian kasus serupa di masa depan,” ujarnya.
Gedion menegaskan pentingnya pendekatan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana, yang tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan dan kesejahteraan masyarakat. “Dengan adanya penyerahan SKP2 ini, diharapkan dapat menjadi contoh penerapan keadilan restoratif yang efektif dalam menyelesaikan perkara pidana dengan mengedepankan perdamaian dan pemulihan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat,” tandas Gedion. (Yus)














