JPost (Negara)=
Larangan untuk mencari bulung atau rumput laut sargassum SP dari Desa Adat Perancak, membuat resah nelayan yang mengandalkan mencari rumput laut jenis tersebut sebagai mata pencaharian.
Informasi yang dihimpun JPost menyebutkan, akibat larangan dari desa adat tersebut membuat nelayan ketakutan sehingga mengancam mata pencaharian mereka.
“Kami sebenarnya sudah mengikuti aturan desa adat seperti memberikan kontribusi Rp 200 ribu sampai Rp 600 ribu untuk setiap pengiriman rumput laut, tergantung banyaknya yang kami kiri. Tapi kok sekarang ada aturan nelayan tidak boleh mencari bulung,” kata Komang Ariadi, salah satu pengepul bulung kepada JPost, Selasa (21/2).
Ia mengatakan, larangan itu dikeluarkan desa adat setelah pihaknya minta surat perlindungan ke adat karena harus membayar retribusi.
“Anehnya, larangan itu disampaikan secara lisan kepada ibu-ibu saat arisan. Kenapa tidak disampaikan langsung kepada kami?” katanya.
Ia juga mengungkapkan, pernah didatangi instansi terkait dan mendapatkan pembinaan soal rumput laut tanpa ada larangan.
“Saya juga mengambil rumput laut dari daerah lain seperti Sumbawa, Banten dan Madura. Disana tidak ada larangan seperti ini,” serunya.
Usahanya itu, katanya, sudah mendapat izin dari karantina Provinsi Bali berupa Cara Penanganan Ikan Yang Baik (CPIB).
Terkait larangan dari desa adat, ia menegaskan, harusnya ada sosialisasi dari desa adat beserta dinas terkait baik di Pemkab Jembrana maupun provinsi.
Kepala Desa atau Perbekel Perancak I Nyoman Wijana saat ditemui di kantornya mengatakan, desa dinas tidak bisa melarang atau memperbolehkan pengambilan rumput laut tersebut.
Namun ia menyadari, rumput laut menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat, apalagi saat musim sepi ikan.
Dirinya mengaku, pernah memasang imbauan agar nelayan tidak memotong rumput laut di sumbernya, namun tidak bisa melakukan tindaklanjut terkait hal tersebut.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan Dan Perikanan Jembrana Ketut Wardana Naya saat dikonfirmasi mengaku mengetahui polemik terkait rumput laut di Desa Perancak tersebut, tapi enggan untuk berkomentar.
“Soal rumput laut menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Kami tidak bisa memberikan komentar terlalu jauh,” katanya.
Pihak Bendesa Adat Perancak, hingga berita ini ditulis belum bisa dikonfirmasi karena oleh istrinya disampaikan sedang sakit. (yus)