banner 981x668

“Ninjo Haji” Tradisi Ratusan Tahun Masyarakat Muslim Jembrana

banner 120x600

Jembrana (JPost) -Tradisi meninjau (melihat/mengantar) haji atau yang lebih dikenal dengan istilah “Ninjo Haji“ bagi umat Muslim di Jembrana Bali merupakan tradisi tahunan atau setiap tahun sekali. Kata Ninjo di sini sendiri berasal dari kata tinjau yang berarti melihat dan mengantar, sehingga para rombongan calon jemaah haji dilihat dan didatangi oleh masyarakat, baik saat pelepasan rombongan oleh pihak pemerintah hingga mengantar sampai ke Pelabuhan Gilimanuk.

Tradisi Ninjo Haji ini dimulai berkaitan dengan tradisi sebelum keberangkatan yang sering disebut Ziarah Haji. Dimana masyarakat terlebih dahulu berziarah haji di rumah masing-masing calon jemaah haji yang hendak menunaikan ibadah haji ke Mekkah, baik secara perorangan maupun secara berjemaah berziarah ke rumah sang calon haji tersebut.

Tradisi meninjau haji sudah berlangsung sejak lama dan masih berlanjut pada setiap tahun di musim haji. Tradisi ini dilakukan oleh keluarga, sanak famili dari calon jemaah haji dan juga masyarakat muslim Jembrana.

Event Tradisi Ninjo Haji tahun ini sangat dinantikan oleh masyarakat Muslim Jembrana, karena selama 2 tahun sebelumnya, ibadah haji tertunda karena pandemi Covid-19. Antusias dari masyarakat dengan mempersiapkan bekal untuk Ninjo Haji, sehingga tahun ini Ninjo Haji bisa lebih semarak karena momentum tahunan yang memang ditunggu-tunggu oleh seluruh masyarakat Muslim di Jembrana, Bali.

Budayawan Sekaligus Sejarawan Jembrana, Eka Sabar mengatakan, sebelumnya tahun 1800-an, rombongan calon jemaah haji Jembrana menunaikan ibadah haji melalui jalur laut. Mereka pergi dengan naik kapal laut berjenis Uap yang biasa masyarakat Loloan sebut Kapal Api, sehingga rombongan diantar menuju pesisir selatan Kota Negara, yaitu sebuah kawasan yang di masa itu disebut dengan Tanjung Tangis. Sebuah daratan yang menjolok ke tengah laut, tepatnya di Dusun Muara, Desa Pengambengan.

Baca Juga:  Pelaku Pencuri Kotak Amal Masjid Baitul Jadid Diamankan Polisi

Sebelum menuju Tanjung Tangis, rombongan calon jemaah haji berkumpul di Pelabuhan Teluk Bunter (Bandar Pancoran di abad ke-17) saat ini bernama Linkungan Terusan, Kelurahan Loloan Barat, untuk naik perahu menuju hilir ke muara dan mendarat atau berlabuh di Tanjung Tangis. Di tanjung inilah para sanak keluarga yang melepaskan jemaah haji dengan penuh isak tangis, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Tanjung Tangis.

Pada awal abad ke-19 Masehi, di sekitar pelabuhan terdapat kantor Syahbandar dan rombongan calon jemaah haji Jembrana mengadakan Upacara pelepasan resmi diselenggarakan dan kata pelepasan diberikan oleh Raja Jembrana saat itu.

Selanjutnya rombongan jamaah Haji menuju ke muare Perancak tepatnya sebuah tanjung di barat Perancak, para rombongan saling melepas dengan sanak keluarganya masing-masing, suara isak tangis haru bersatu padu dengan sholawat yang menggema kala itu hingga sekarang tanjung tersebut dinamakan Tanjung Tangis Muare.

Perkembangan peralatan transportasi meningkatkan pelaksanaan dengan naik pesawat udara dimulai sejak tahun 1969 dan sesudahnya, rombongan jemaah haji mulai naik pesawat udara, yang berembarkasi di lapangan terbang Juanda Surabaya.

Baca Juga:  Rutan Kelas IIB Negara Di Geledah.

Sejak saat itu para keluarga dan sanak famili mulai mengantarkan rombongan jemaah haji melalui jalur darat menuju Surabaya melalui Pelabuhan Gilimanuk. Jemaah haji dan rombongan peninjau bersama-sama menyeberang naik kapal LCM menyeberang ke Pelabuhan Ketapang Banyuwangi.

Di masa sekarang, apabila sudah ada penetapan haji untuk tanggal keberangkatan haji, maka pada umumnya seluruh calon haji se-Kabupaten Jembrana itu berkumpul di suatu tempat yang telah ditetapkan oleh pihak Panitia Haji Kabupaten Jembrana. Di tempat yang telah ditentukan, maka biasanya para rombongan jemaah haji akan diberikan kata pelepasan oleh Bupati Jembrana selaku kepala daerah.

Setelah itu barulah seluruh calon haji dari tiap kecamatan di Jembrana secara serentak berangkat dengan sarana bus-bus menuju ujung paling barat daerah Kabupaten Jembrana, yaitu Pelabuhan Gilimanuk dengan diikuti oleh masyarakat yang turut serta Ninjo Haji, bahkan sampai ada yang menyeberang ke Jawa Timur dari. (Yus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 981x668