Jembrana (JPost) – Desa Perancak, Jembrana, Bali, telah menemukan sumber penghasilan baru yang mengubah paradigma mereka terhadap rumput laut coklat yang disebut sargassum. Selain menekuni profesi sebagai nelayan, kini warga desa tersebut juga mengumpulkan sargassum untuk dijual, menjadikannya sebagai tambahan mata pencaharian yang bernilai.
Dulu, sargassum dianggap sebagai sampah dan limbah laut yang mengganggu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pandangan masyarakat terhadap jenis alga ini berubah drastis, terutama setelah dampak pandemi COVID-19 yang memaksa mereka untuk mencari sumber penghasilan alternatif.
I Nyoman Lastra (50), seorang nelayan yang juga aktif mengumpulkan sargassum, menyampaikan bahwa sebelumnya masyarakat tidak menyadari bahwa rumput laut coklat ini memiliki nilai ekonomis. Namun, setelah mendengar informasi bahwa sargassum dapat dijual, mereka mulai mengumpulkannya secara rutin.
“Sebelumnya, rumput laut ini dianggap sebagai sampah dan mengganggu. Tetapi setelah mendengar informasi bahwa rumput laut ini memiliki nilai jual, kami mencoba untuk mengumpulkannya. Saat ini, ada pengepul yang secara rutin mengambil sargassum kering yang kami kumpulkan,” ungkap Lastra, Kamis (9/5/2024).
Lastra juga menjelaskan bahwa pekerjaan utamanya tetap sebagai seorang nelayan. Namun, ketika cuaca tidak memungkinkan untuk melaut, ia dan nelayan lainnya dapat beralih ke pengumpulan sargassum untuk tetap mendapatkan penghasilan.
“Sargassum ini muncul ketika air sedang surut, jadi saat air pasang kami mengangkutnya ke darat untuk dijemur. Proses penjemuran berlangsung cepat, terutama saat cuaca panas, sekitar 5-7 jam,” jelas Lastra.
Di sisi lain, Ni Luh Warsiki menambahkan bahwa harga jual sargassum kering mencapai Rp 1.500 per kilogram. Dalam seminggu, Warsiki dapat mengumpulkan 5 hingga 7 kwintal sargassum, yang menghasilkan upah sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
“Setiap seminggu saya menyetor sargassum yang terkumpul. Jika air surutnya berlangsung lama, kami dapat mengumpulkan lebih banyak lagi. Rata-rata, saya dapat menghasilkan sekitar Rp 1 juta setiap minggu,” papar Warsiki.
Meskipun belum mengetahui secara pasti kegunaan sargassum, Warsiki dan warga lainnya merasa senang karena mereka berhasil menemukan sumber penghasilan tambahan dari apa yang sebelumnya dianggap tidak berharga.
“Kami tidak tahu pasti apa kegunaan sargassum ini, tetapi yang penting kami bisa menjualnya. Katanya digunakan untuk kosmetik,” tambah Warsiki.